Selasa, 18 Oktober 2011


Di antara hiruk pikuk kelas yang ditinggal oleh gurunya, Maya termenung dalam dilemmanya. Sudah berbulan-bulan ia memendam perasaan pada tiga orang lelaki yang memesonanya dengan kharismanya masing-masing. Erlan dengan sifat humor dan konyolnya, Bagus dengan sikap cool dan juteknya, serta Putra dengan ketampanan dan atletisnya. Maya benar-benar bimbang sampai ia membiarkan tugas di hadapannya menganggur dengan sempurna.

Tiba-tiba Erlan mengagetkannya dari belakangnya. Maya kaget dan membalikkan badan. Erlan tersenyum dengan lebar. Maya memang menyukai erlan karena ia begitu perhatian dan care pada setiap orang. Bahkan ia merasa, dan yakin itu benar, bahwa Erlan lebih peduli padanya dibandingkan dengan orang lain di sekitarnya. Hal ini yang membuat Maya selalu kikuk jika berhadapan dengannya. Setelah ia bereksperimen selama beberapa kali waktu, ternyata hanya dengan tersenyum dan ikut menimpali leluconnya yang dapat menghilangkan rasa kikuk itu. Dan hal itu lah yang sedang dilakukannya sekarang.

Setelah bercanda dengan banyak sekali lelucon yang, lagi-lagi, memperkuat perasaan yang hadir di antara mereka, bel istirahat berbunyi dan para siswa keluar kelas. Maya dan Erlan masih di dalam kelas. Di antara kegembiraan itu, Eva menghampiri maya dengan mata sembab. Maya kaget dan kemudian berusaha menenangkan eva. Erlan pun berusaha mengiburnya. Tapi maya memohon Erlan untuk meninggalkan mereka berdua semata-mata agar Eva merasa tenang untuk bercerita. Namun, Eva menginginkan Erlan tinggal di sana dan memberitahu mereka berdua bahwa semua ini adalah karena ulah teman Erlan, Bagus.

Hati maya melonjak terbang mendengar kata Bagus disebut-sebut. Baginya, mendengar nama bagus disebut saja sudah membuat hatinya begitu senang dan sesuatu yang hangat menguasai hatinya. Ia tahu bahwa itu cinta. Namun, di depan Eva ia berusaha keas mencoba untuk menutupi rasa itu. Dan dia selalu berhasil.
Eva menangis dan menceritakan segalanya. Satu per satu cerita yang ia lontarkan membuat hati Maya hancur berkeping-keping. Hatinya menyentak dengan kencang ketika tahu bahwa Eva dan Bagus ternyata sudah berpacaran secara sembunyi-sembunyi. Mereka telah memadu cinta tanpa sepengetahuan Maya.
Eva menceritakan bagaimana mereka menghabiskan akhir pekan bersama dan tertawa saat berjalan-jalan di mall. Ia selalu menghabiskan malam minggu dengan donner ditemani Bagus dan senang karenanya. Malam-malam mereka selalu indah sampai malam kemarin menjelang. Pada malam kemarin ia merasakan sensasi yang indah namun segera menyesalinya ketika ia dan Bagus berciuman.

Mata Maya nanar tidak sempurna. Maya berusaha agar mata yang berkaca-kaca ini didedikasikan untuk kemalangan Eva. Namun, sekeras apa pun ia berusaha. Maya tetap tahu bahwa ia patah hati. Ia tak rela Bagus menjadi milik orang lain, bahkan temannya sendiri. Ia ingin hanya dia dan dia seorang yang harus memiliki Bagus. Ia harus memiliki bagus seutuhnya. Mata pemuda tampan itu, yang meskipun sayu, mampu menyihirnya untuk tak mampu berkata-kata. Mulutnya yang tiba-tiba kelu jika ia harus bercakap-cakap atau sekedar berpapasan dengan Bagus. Segala yang ada pada bagus dan sikap cueknya malah membuat Maya selalu penasaran. Sesuatu yang ada pada matanya dan maya menyadari bahwa itu adalah sebuah perasaan peduli dan bahkan tertarik padanya. Bahkan ia ingin yang mendapakan ciuman itu adalah dirinya dan bukan Eva. Namun, ia tak dapat berbuat apa-apa. Eva bahagia dan dia adalah temannya.

Mata Maya semakin nanar karena dikagetkan dengan kenyataan yang lain  ketika Erlan tiba-tiba berkata dengan sayup-sayup :

“Aku dan Maya saja ga sejauh itu”

Maya segera memalingkan muka. Hatinya menjeritkan dan menginginkan bahwa semua ini hanya sebuah mimpi.

0 komentar:

Posting Komentar