Di
antara hiruk pikuk kelas yang ditinggal oleh gurunya, Maya termenung
dalam dilemmanya. Sudah berbulan-bulan ia memendam perasaan pada tiga
orang lelaki yang memesonanya dengan kharismanya masing-masing. Erlan
dengan sifat humor dan konyolnya, Bagus dengan sikap cool dan
juteknya, serta Putra dengan ketampanan dan atletisnya. Maya
benar-benar bimbang sampai ia membiarkan tugas di hadapannya menganggur
dengan sempurna.
Tiba-tiba
Erlan mengagetkannya dari belakangnya. Maya kaget dan membalikkan
badan. Erlan tersenyum dengan lebar. Maya memang menyukai erlan karena
ia begitu perhatian dan care
pada setiap orang. Bahkan ia merasa, dan yakin itu benar, bahwa Erlan
lebih peduli padanya dibandingkan dengan orang lain di sekitarnya. Hal
ini yang membuat Maya selalu kikuk jika berhadapan dengannya. Setelah ia
bereksperimen selama beberapa kali waktu, ternyata hanya dengan
tersenyum dan ikut menimpali leluconnya yang dapat menghilangkan rasa
kikuk itu. Dan hal itu lah yang sedang dilakukannya sekarang.
Setelah
bercanda dengan banyak sekali lelucon yang, lagi-lagi, memperkuat
perasaan yang hadir di antara mereka, bel istirahat berbunyi dan para
siswa keluar kelas. Maya dan Erlan masih di dalam kelas. Di antara
kegembiraan itu, Eva menghampiri maya dengan mata sembab. Maya kaget dan
kemudian berusaha menenangkan eva. Erlan pun berusaha mengiburnya. Tapi
maya memohon Erlan untuk meninggalkan mereka berdua semata-mata agar
Eva merasa tenang untuk bercerita. Namun, Eva menginginkan Erlan tinggal
di sana dan memberitahu mereka berdua bahwa semua ini adalah karena
ulah teman Erlan, Bagus.
Hati
maya melonjak terbang mendengar kata Bagus disebut-sebut. Baginya,
mendengar nama bagus disebut saja sudah membuat hatinya begitu senang
dan sesuatu yang hangat menguasai hatinya. Ia tahu bahwa itu cinta.
Namun, di depan Eva ia berusaha keas mencoba untuk menutupi rasa itu.
Dan dia selalu berhasil.
Eva
menangis dan menceritakan segalanya. Satu per satu cerita yang ia
lontarkan membuat hati Maya hancur berkeping-keping. Hatinya menyentak
dengan kencang ketika tahu bahwa Eva dan Bagus ternyata sudah berpacaran
secara sembunyi-sembunyi. Mereka telah memadu cinta tanpa sepengetahuan
Maya.
Eva
menceritakan bagaimana mereka menghabiskan akhir pekan bersama dan
tertawa saat berjalan-jalan di mall. Ia selalu menghabiskan malam minggu
dengan donner ditemani
Bagus dan senang karenanya. Malam-malam mereka selalu indah sampai malam
kemarin menjelang. Pada malam kemarin ia merasakan sensasi yang indah
namun segera menyesalinya ketika ia dan Bagus berciuman.
Mata
Maya nanar tidak sempurna. Maya berusaha agar mata yang berkaca-kaca
ini didedikasikan untuk kemalangan Eva. Namun, sekeras apa pun ia
berusaha. Maya tetap tahu bahwa ia patah hati. Ia tak rela Bagus menjadi
milik orang lain, bahkan temannya sendiri. Ia ingin hanya dia dan dia
seorang yang harus memiliki Bagus. Ia harus memiliki bagus seutuhnya.
Mata pemuda tampan itu, yang meskipun sayu, mampu menyihirnya untuk tak
mampu berkata-kata. Mulutnya yang tiba-tiba kelu jika ia harus
bercakap-cakap atau sekedar berpapasan dengan Bagus. Segala yang ada
pada bagus dan sikap cueknya malah membuat Maya selalu penasaran.
Sesuatu yang ada pada matanya dan maya menyadari bahwa itu adalah sebuah
perasaan peduli dan bahkan tertarik padanya. Bahkan ia ingin yang
mendapakan ciuman itu adalah dirinya dan bukan Eva. Namun, ia tak dapat
berbuat apa-apa. Eva bahagia dan dia adalah temannya.
Mata Maya semakin nanar karena dikagetkan dengan kenyataan yang lain ketika Erlan tiba-tiba berkata dengan sayup-sayup :
“Aku dan Maya saja ga sejauh itu”
Maya segera memalingkan muka. Hatinya menjeritkan dan menginginkan bahwa semua ini hanya sebuah mimpi.
0 komentar:
Posting Komentar