Pembelajaran
yang baik adalah pembelajaran yang mampu melahirkan insan-insan manusia yang
bukan hanya dapat mengetahui materi pembelajaran tetapi dapat pula menerapkan
materi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran seperti ini
setidaknya akan memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman kepada siswa ketika
mereka sudah terjun ke dunia masyarakat. Jika pembelajaran hanya berorientasi
pada penguasaan materi saja maka yang akan lahir hanyalah insa-insan yang peka
terhadap pengetahuan yang telah ada tanpa mampu memaknai pengetahuan itu dalam
kehidupan sehari.
Di
negara indonesia, dari berbagai media berita dan informasi, kita telah
mengetahui bahwa pendidikan kita pernah menganut sistem pembelajaran berupa
teacher-centered. Hal ini tentu dipengaruhi oleh perkembangan teori belajar
yang berkembang saat itu. Setelah lama negara kita menganut teori tersebut,
datanglah teori baru yang merupakan sebuah pencerahan dalam dunia pendidikan di
seluruh dunia. Teori tersebut dinamakan teori konstruktivisme belajar. Teori
ini beranggapan bahwa siswa adalah subjek belajar yang unik satu sama lain.
Oleh karena itu pembelajran seharusnya bertujuan untuk memfasilitasi semua
perbedaan yang ada dalam diri siwa. Dibandingkan dengan pembelajaran dahulu,
pembelajaran ini diraskan lebih “manusiawi”. Setiap anak memiliki potensi yang
berbeda-beda. Dengan menyeragamkan kemampuan anak di bangku sekolah,
potensiyang ada pada diri a=siswa tidak mampu berkembang. Jika hal ini terus
saja berlangsung, otomatis beberapa tahun selanjutnya mimpi buruk dalam dunia
pendidikan kita akan menjadi kenyataan, jika kita tidak mampu mengubah
paradigma kita.
Perubahan
pada penggunaan teori belajar mulai dilakukan oleh pemerintah. Langkah awal
untuk mengubah paradigma tersebut adalah dengan memperbaiki kurikulum pendidikan
nasional yang ada. Perbaikan ini mulai diterapkan pada tahun 2004 melalui
Kurikulum Berbasis Kompetensi yang kemudian disempurnakan menjadi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan. Apa yang istimewa dari kurikulumi ini? Kurikulum ini
telah mampu mengubah pola kerja guru secara secara perlahan-lahan. Guru yang
semula menerapkan semua ketentuan pembelajaran dari pemerintah, harus membuat
pedoman pengajarannya masing-masing. Guru harus mandiri dalam membuat Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran, menetukan materi ajar serta menentukan model,
strategi, dan metode pembelajaran. Hal ini merupakan tantangan bagi guru yang
telah mengajar dengan teori behaviouristik dalam waktu yang relatif lama.
Dengan menerapkan kurikulum baru ini diharapkan setiap siswa dapat memperoleh
pelayanan yang maksimal dalam mengembangkan setiap potensi dalam dirinya.
Bersambung
ke Part 2
0 komentar:
Posting Komentar